Pages

Thursday, March 19, 2015

Fwd: [Koran-Digital] W Riawan Tjandra : Kecenderungan Parpol Terbelah

---------- Forwarded message ----------
From: Koran Digital <korandigital@gmail.com>
Date: 2015-03-17 7:59 GMT+07:00
Subject: [Koran-Digital] W Riawan Tjandra : Kecenderungan Parpol Terbelah
To: koran-digital@googlegroups.com


Kecenderungan Parpol Terbelah
W Riawan Tjandra Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya
Yogyakarta Alumnus Doktor Ilmu Hukum UGM


Click To Enlarge
PASCADILAKSANAKANNYA beberapa agenda kegiatan forum tertinggi dari
bebe rapa partai politik (parpol), terdapat kecenderungan terjadinya
pembelahan. Artinya, kontestasi politik elite yang lazim terjadi di
parpol mana pun di negeri ini, bahkan di seluruh dunia, pada beberapa
parpol tertentu justru menciptakan situasi terbelahnya parpol. PPP
merupakan fenomena politik parpol terbelah pascamuktamar yang
merupakan forum tertingginya.Pascamuktamar PPP di Surabaya yang
menghasilkan struktur kepengurusan baru di bawah pimpinan
Romahurmuziy, kubu Suryadharma Ali (SDA) juga melakukan muktamar
sendiri di Jakarta yang menurut versi mereka telah melahirkan
kepengurusan di bawah pimpinan Jan Fariz.
Belum lama berselang, Partai Golkar yang mengadakan munas akhirnya
menghasilkan kepengurusan baru di bawah Agung Laksono menyusul munas
gagal yang dilaksanakan di Bali yang tetap menempatkan Aburizal Bakrie
(Ical) sebagai pemimpin kepengurusan yang dihasilkan munas tak
sempurna di Bali.Masih terdengar lamat-lamat konon kongres yang
diselenggarakan DPP PAN, meskipun sudah menghasilkan Zulkifli Hasan
sebagai ketua baru, masih ada ketidakpuasan dari kubu Hatta Rajasa.

Salah satu kecenderungan yang juga terjadi dalam fenomena konflik
partai tersebut ialah selalu menyeret birokrasi pemerintah, dalam hal
ini Kemenkum dan HAM RI, untuk terlibat dalam fenomena parpol yang
terbelah tersebut. UU No 2 Tahun 2008 jo UU No 2 Tahun 2011 yang
mengatur tentang Parpol (UU Parpol) memang mengatur mekanisme
pengesahan struktur kepengurusan baru parpol oleh Menkum dan HAM
sebagai syarat formal bagi terpilihnya formatur kepengurusan baru
suatu parpol. Bahkan, dalam kasus PPP, ketua majelis hakim PTUN Ja
karta yang menyidangkan sengketa pengesahan parpol dan memutuskannya
sambil menangis terlihat salah memaknai kewenangan pengesahan tersebut
dan menuduh sebagai campur tangan pemerintah terhadap parpol.

Padahal, kewajiban Menkum dan HAM untuk mengesahkan formatur
kepengurusan parpol baru atas permohonan pengurus baru parpol itu
diundang UU Parpol tersebut dalam konstruksi kewajiban negara untuk
sekadar mengesahkan saja. Dalam teori hukum administrasi negara yang
dikenal secara luas sebagai sebuah communis opinio doctorum, keputusan
pejabat pemerintah untuk mengesahkan sesuatu hanya merupakan sisi
formal dari bentuk pengakuan negara/pemerintah terhadap suatu
aktivitas hukum subjek hukum priva a t tertentu. Legalitas i aktivitas
hukum primateriil dari vat tersebut tetap melekat pada ri aktivitas
hukum substansi dar ndiri.privat itu sen Dalam kas s us pengesahan
kepengu urusan parpol baru, legalitas materiil nya formatur dari
terpilihn kepengurusan n baru suatu parpol tidak k tergantung
keputusan (b beschikking) Menkum dan n HAM, tetapi dari proses
internal dalam pemilihaan formatur kepengurus s an parpoll ut
berdasarbaru tersebu kan UU Parppol dan AD/ ART Parpol itu
sendiri.Sungguh mer rupakan suatu kesesatan berpikir (fallacy ( ) jika
mene ganggap pemeri i ntah cq Menkum da a n HAM ikut campur dalam
konflik inter r nal suatu parpol d alam penggunaan n kewenangan pe
enge ur sahan struktu kepengurus an baru darii suatu parpol. Hal itu
justru memperlihatkan upaya mencari kambing hitam atas kegagalan
resolusi konflik internal parpol yang terjadi karena lemahnya
manajemen internal parpol. UU Parpol memang mengundang kewenangan
Menkum dan HAM untuk mengesahkan formatur kepengurusan baru suatu
parpol setelah memenuhi syarat prosedur tertentu dalam mekanisme
pemilihan formatur baru parpol.

Dalam perspektif UU No 30 Tahun 2012 tentang Administrasi Pemerintahan
(UU Adpem) bahkan ditegaskan bahwa jika badan atau pejabat pemerintah
tidak menetapkan suatu keputusan tata usaha negara atat s permm ohono
an subjek hukum privat dalam waktu 10 hari sejak tanggal penerimaan
permohonan tersebut, permohonan itu harus dianggap dikabulkan oleh
pemerintah. Hal itu, dalam teori hukum administrasi negara, dikenal
dengan keputusan yang bersifat fiktif-positif. Maka, dalam kasus PPP,
putusan PTUN Jakarta mengandung keganjilan karena kurang cermat dalam
mempertimbangkan hal-hal seputar kewenangan formal pengesahan formatur
kepengurusan baru parpol dan kewajiban penetapan keputusan sebagaimana
diatur pada Pasal 53 UU Adpem.

Dalam kasus Partai Golkar, Menkum dan HAM terlihat bertindak dengan
cermat dan hati-hati un tuk sampai pada peng gunaan kewenangan
pengesahan formatur p ngurusan baru kepe dari Partai Golkar atas
permohhonan dari struktur kepengurusan baru yang telah menempatkan
Agung Laksono sebagai ketua umum baru partai berlam bang pohon
beringin keramat itu.Dalam kondisi tersebut, masih juga timbul
ketidakpuasan dari kubu Ical karena surat dari Menkum dan HAM yang tak
lebih sekadar menindaklanjuti keputusan dari mahkamah partai di
lingkungan Partai Golkar dianggap mencampuri persoalan internal
partai.

Berbagai fenomena terbelahnya parpol pascadilaksanakannya agenda
pemilihan formatur kepengurusan baru melalui forum tertinggi setiap
parpol tersebut seharusnya justru menjadi bahan untuk melakukan
introspeksi terhadap parpolparpol terkait. Secara teoretis, parpol
dibentuk untuk menjadi sarana resolusi konflik yang bisa terjadi dalam
situasi masyarakat yang plural dan heterogen. Dalam kondisi tersebut,
parpol seharusnya bisa menjadi instru umen resolusi konflik melalui
dialogg dengan pihak-pihak y ng ya n berkonfl flik, menampung, dan b
memadukan berbagai aspirasi serta kepentingan dalam musyawarah untuk
mencap pai penyelesaian yang berupa keput tusan politik. Dalam
perspektif teoori kelembagaan, partai politik dib bentuk kalangan le e
gislatif (dan eksekutif) karena ada kebutuhan pa ara anggota parlemen
untuk menga adakan kontak dan mendappatkan dukungan dari arakat.

masya omena parpol yang Feno ah merupakan reali terbela tas pol itik
yang memperlihatkann lemahnya visi ide ologis pparpol-parpol yang
bersanggkutan dan manaje men interrnal parpol yang tak dengan jel las
disandarkan atas insip tata kelola parpol prinsip-pri yang baik (good
political party gover nance ) sebagaimana diamanatkan dalam UU Parpol.
Watak kepeng P urusan parpol yang u o ligarkis, kurangnya
transparansi, rendah isipasi anggota parpol, nya parti dan minimnyya
akuntabilitas dari pimpinan parpol bisa saja merupakan penyebab dari
lemahnya manajemen internal parpol yang menyebabkan kerentanan parpol
dalam menghadapi perbedaan pendapat di kalangan anggotanya.Parpol
sebagai instrumen demokrasi justru telah mengembangkan watak
otoritarian karena kecenderungan tumbuhnya kepemimpinan yang berwatak
tirani, suka memaksakan kehendak, dan abai terhadap pluralitas
pandangan/opini dari para anggotanya.

Dalam perspektif teori historis, parpol merupakan instrumen demokrasi
yang sangat penting. Bahkan pascaamendemen UUD 1945, parpol kini telah
memiliki kedudukan konstitusional dan menjadi pintu masuk satu-satunya
dalam penentuan pasangan capres dalam pilpres.

Partai politik terbentuk karena adanya suatu sistem politik yang
mengalami transisi karena perubahan masyarakat dari bentuk tradisional
yang berstruktur sederhana menjadi bentuk modern yang berstruktur
kompleks. Parpol perlu melakukan pembenahan internal agar tetap mampu
menopang sistem demokrasi konstitusional yang telah berkembang semakin
baik di negeri ini.

(Elite) parpol tak boleh justru menjadi batu sandungan bagi tumbuh dan
berkembangnya sistem demokrasi di negeri ini yang telah mendapat
pengakuan dari dunia internasional sebagai salah satu dari lima negara
demokrasi terbesar di dunia. Maka, jangan terbiasa untuk `membelah
cermin' atas realitas `buruk rupa' parpol yang terjadi selama ini.

Parpol harus terus diperkuat sebagai instrumen demokrasi sipil yang
penting dan jangan sampai tersandera oleh perpecahan internal akibat
ambisi politik sebagian oknum elitenya karena parpol merupakan salah
satu unsur terpenting dari sebuah negara yang menisbahkan dirinya
sebagai negara demokrasi.


http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2015/03/17/ArticleHtmls/Kecenderungan-Parpol-Terbelah-17032015006023.shtml?Mode=1#

--
Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "Koran Digital" di Google Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini,
kirim email ke koran-digital+unsubscribe@googlegroups.com.
Untuk mengeposkan ke grup ini, kirim email ke koran-digital@googlegroups.com.
Kunjungi grup ini di http://groups.google.com/group/koran-digital.
Untuk melihat diskusi ini di web, kunjungi
https://groups.google.com/d/msgid/koran-digital/55077C57.4030904%40gmail.com.
Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.


--
-pnj-™

No comments: