Pages

Wednesday, May 12, 2010

FUAD BAWAZIER SUAP DPRD DIY

SiaR


  FUAD BAWAZIER SUAP DPRD DIY           JAKARTA, (SiaR, 14/10/99). Anggota DPRD I DIY sedang digoyang isu santer. Lolosnya Fuad Bawazier, anggota PAN dan salah satu "operator" Poros Tengah, jadi utusan daerah DIY diduga keras berkat penyuapan terhadap para anggota DPRD setempat. Sebuah sumber di DPRD Yogyakarta menyebutkan bahwa anggota DPRD DIY menerima uang suap Rp 5 juta-Rp 10 juta setiap orang untuk meloloskan Fuad Bawazier. Indikasi itu diakui anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa (F-KB) dan Fraksi Persatuan (F-P) DPRD DIY. Keduanya membenarkan adanya dugaan praktek politik uang di DPRD DIY dalam pemilihan anggota MPR RI Utusan Daerah DIY periode 1999-2004.   	Menurut anggota DPRD PKB Hj Zanatul Mafruchah SH, money politics pemilihan Utusan Daerah MPR memang  mengarah terjadinya jual beli suara. Zanatul menyatakan mendapat tawaran uang, namun menolak menerimanya. "Anggota F-KB DPRD DIY tidak menerima uang suap, tapi benar ada indikasi untuk ditawari uang suap namun ditolak. Untuk apa menerima uang suap, karena itu jelas merupakan pengkhianatan aspirasi rakyat," katanya.   	Sementara Wakil Ketua DPRD DIY dari Fraksi Amanat Nasional (F-AN) H Totok Daryanto SE dan Drs Emawan Wahyudi dari F-AN membantah keras telah terjadi praktek tercela di lembaga terhormat itu. Namun Imawan tidak menampik bahwa sebelum pemilihan anggota MPR RI utusan DIY, banyak telepon yang masuk ke F-AN yang isinya titip pesan agar F-FAN mendukung Fuad Bawazier. "Tapi tidak jelas siapa yang menelepon titip pesan tersebut," kata Imawan.  	F-AN DIY, kata mereka tidak melakukan praktik money politics untuk meloloskan Fuad Bawazier, mantan Menteri Keuangan di kabinet terakhir Soeharto itu, sebagai anggota MPR RI. "Kalau ada yang menuduh F-AN melakukan money politics, jelas itu fitnah," katanya, seraya menambahkan dalam meloloskan Fuad, anggota F-AN melakukan lobi-lobi dengan fraksi lain yakni F-KB, F-P dan F-TNI/Polri.   	Kehadiran Fuad menjadi utusan daerah DIY di MPR sempat mengagetkan sejumlah kalangan. Apalagi, tiketnya dari PAN, partai yang paling keras bicara anti status quo. Kekagetan tersebut disebabkan karena Fuad merupakan sosok bekas menteri yang dekat dengan keluarga Cendana. "Selama menjadi Dirjen Pajak hingga menjadi Menteri Keuangan, Fuad paling senang memberikan kemudahan penumpukan harta keluarga Cendana," kata sebuah sumber di Jakarta.  	Karena kedekatannya dengan keluarga Cendana itulah, karir birokrasi Fuad Bawazier cepat menanjak. Tidak puas menjabat Dirjen Pajak, ia berambisi menjadi Menkeu dengan jalan melobi Cendana yang hasilnya: Mari'e Muhamad tersingkir. Sebelum menjadi Menteri Keuangan, oleh Soeharto, Fuad juga pernah diminta menjadi menjadi Wakil Sekjen dalam Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan (DPKEK) - sebuah lembaga yang dibentuk setelah ditekennya kesepakatan dengan IMF.  	Fuad Bawazier memang tak akan sebersih dan hidup sederhana seperti Mari'e Muhamad. Fuad Bawazier memiliki rumah di Silver SpringS, Maryland, Washington, DC seharga US$ 800 ribu yang dibayarnya dengan kontan. Mula-mula di sana tinggal tiga anaknya; tetapi yang satu pergi, jadi tinggal dua orang yang di sana. Mereka hidup mewah, dengan mengoleksi mobil Lexus seharga US $80 ribu, Landrover seharga US$ 68 ribu, dan Nissan seharga US$ 40.000. Semua dibayar kontan.   	Ia meniti karir di Direktorat Jenderal Pajak sejak 1974. Pria kelahiran Tegal, Jawa Tengah, 22 Agustus 1949 itu, sejak 93 menempati pos Dirjen Pajak, sebelum akhirnya menggantikan Mari'e jadi Menkeu di periode akhir Soeharto. Bekas alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada itu pernah menjabat Komisaris Utama PT Bursa Efek Jakarta, untuk periode 1996-1998. Ia juga merangkap komisaris utama PT Satelindo dan komisaris di Bank Bumi Daya.          Pada saat menjadi birokrat, Fuad banyak sekali merekomendasi bisnis keluarga dan kroni Cendana. Ketika menjadi Dirjen Pajak, Doktor Ekonomi dari University of Maryland tahun 1988 ini mengabulkan  permintaan pembebasan pajak mobil Timor milik Tommy. Atas kerjasamanya itulah, Tommy minta kepada bapaknya menjadikan Fuad sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet VII.          Namun, karena katrolan, saat menjabat Menteri Keuangan, Fuad membuat keputusan yang hanya berumur beberapa jam. Keputusan pemungutan pajak 5 persen dari setiap pembelian valuta asing, akhirnya dicabut beberapa jam kemudian. Dia juga yang menetapkan besarnya fiskal Rp 1 juta per orang.  	Ketika Soeharto kesulitan karena krisis moneter yang makin buruk, sebagai Menkeu, bersama Titik Prabowo, Mbak Tutut dan Peter Gontha (seorang kroni Soeharto), Fuad mendatangkan "dukun ekonomi" dari AS, Prof Steve Henke. Steve kemudian menjadi penasehat ekonomi Soeharto untuk menerapkan Currency Board System (CBS) sistem moneter yang sarat dengan perjudian.  	Berkat "prestasi" Fuad Bawazier dekat dan ikut membesarkan anak-anak Soeharto dan keluarganya itulah, maka orang patut curiga, kenapa Amien sekarang dekat dengan Fuad Bawazier. "Bukan menuduh Amien telah dibayar Cendana, tapi harus dijelaskan kenapa PAN mengangkat Fuad Bawazier menjadi anggota MPR utusan daerah DIY," kata sebuah sumber.  	Sumber yang bisa dipercaya menuturkan kepada SiaR, bahwa Fuad lah yang mendorong lahirnya Poros Tengah ke Amien Rais. Fuad, kata sumber itu memperoleh order membentuk Poros Tengah dari Mbak Tutut, salah satu anak Soeharto. Fuad, kata sumber itu dipasok uang yang jumlahnya hampir Rp 1 triliun untuk menggolkan rencana Poros Tengah mencalonkan Gus Dur jadi presiden untuk menjegal Megawati. Kalau Gus Dur jadi presiden, apalagi dengan manuver ini, Habibie terpilih kembali, Mbak Tutut berharap, keluarga besar Soeharto tak akan diusik lagi. ***   ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

No comments: