Pages

Sunday, October 16, 2011

[Koran-Digital] EDITORIAL Hibah Pesawat Tempur Bekas

Sebagai negara kepulauan dengan luas perairan terbesar di dunia,
semestinya Indonesia memiliki armada pesawat tempur yang canggih.
Pesawat itu tidak hanya dibutuhkan untuk mempertahankan kedaulatan yang
terbentang sepanjang 5.120 kilometer, tapi juga sebagai efek penggetar
bagi negara lain.

Kenyataannya, kita tak memiliki itu. Kekuatan dan pertahanan udara
Indonesia untuk tingkat ASEAN pun kalah dibanding Singapura dan
Malaysia. Singapura, misalnya, kini memiliki sejumlah pesawat F-16 Block
52. Negeri mungil itu juga disebut-sebut akan membeli F-35, pesawat
supercanggih yang bisa mengelak dari radar lawan. Ironis memang jika
mengingat Indonesia, pada 1960-an, pernah dikenal sebagai salah satu
negara di Asia yang paling kuat angkatan udaranya.

Minimnya armada pesawat tempur kita memang tak lepas dari anggaran yang
disediakan. Selama ini alokasi pemerintah untuk alat utama sistem
persenjataan (alutsista), termasuk Angkatan Udara, terhitung kecil.

Baru pada 2012, pemerintah akan menaikkan bujet untuk pertahanan menjadi
Rp 64,4 triliun atau naik 35 persen dari tahun sebelumnya.

Karena itu, ketika Kementerian Pertahanan berencana membeli enam F-16
Fighting Falcon Block 52, rencana tersebut disambut positif banyak
kalangan.

Untuk proyek ini, dianggarkan US$ 430 juta. Belakangan rencana ini
berubah ketika Amerika Serikat menyatakan bersedia menghibahkan pesawat
F-16 Block 25 untuk Indonesia. Dari sisi teknologi dan persenjataan,
Block 25 memang tak secanggih Block 52.

Komersialisasi di balik misi hibah mulai terendus.

Rencana pemerintah mengimpor 24 unit pesawat hibah itu ternyata tak
lepas dari peran makelar bernama Milany Terianto. Dari penelusuran
majalah ini, Direktur PT Multijaya Sparindo itu bukan pemain baru dalam
pengadaan alutsista di lingkungan Angkatan Udara.

Maklum, kendati bernama "hibah", pesawat itu tak otomatis langsung bisa
terbang dari Amerika. Semua pesawat itu mesti di-upgrade, menjalani
perbaikan (retrofitting). Proses ini jelas butuh biaya, yang rencananya
diambil dari anggaran pembelian F-16 Block 52 sebesar US$ 430 juta yang
batal itu. Dana itu di antaranya untuk meng-upgrade F-16 Block 25 naik
pangkat menjadi Block 32.

Keputusan memilih opsi hibah bisa menjadi berkah.

Apalagi, seperti dikatakan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, kita
tak rugi karena dengan anggaran untuk membeli enam pesawat F-16 Block 52
itu, didapatkan 24 pesawat sebagai gantinya. Artinya, dari sisi
kuantitas untung.

Tapi pemerintah perlu hati-hati dalam menerapkan opsi itu. Jangan sampai
berubah menjadi bencana seperti peristiwa pembelian kapal perang eks
Jerman Timur pada 1994. Saat itu terbukti 39 kapal bekas senilai sekitar
US$ 480 juta tersebut, setelah diperbaiki sana-sini, tak semuanya layak
berlayar sebagai kapal perang. Satu di antaranya bahkan nyaris karam
saat baru keluar dari galangan Peenemunde, Wolgast, Jerman, menuju
Indonesia.

Karena itu, diperlukan transparansi dalam proses pembelian pesawat
tempur bekas ini. Lebih baik jika pemerintah menghindari hadirnya pihak
ketiga atawa jasa makelar, yang ujung-ujungnya hanya membengkakkan
anggaran. Kementerian Pertahanan juga harus memastikan ketersediaan suku
cadang pesawat di masa depan. Percuma saja jika pesawat itu diperoleh
dengan harga murah tapi hanya bisa dipakai beberapa tahun dan akhirnya
terbengkalai.

http://epaper.korantempo.com/PUBLICATIONS/KT/KT/2011/10/17/ArticleHtmls/EDITORIAL-Hibah-Pesawat-Tempur-Bekas-17102011003003.shtml?Mode=1

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

No comments: