Friday, 14 October 2011
Seperti kata pepatah, banyak jalan menuju Roma. Hal ini juga diterapkan
oleh para koruptor di Indonesia dalam mencari jalan dan celah melakukan
korupsi.Salah satu peluang korupsi yang saat ini marak terjadi di daerah
adalah korupsi alokasi dana bantuan sosial (bansos).
Dana yang sejatinya untuk kepentingan sosial kemasyarakatan itu justru
digunakan untuk kepentingan segelintir orang. Dalam periode 2007–2010,
anggaran bansos yang disiapkan pemerintah mencapai Rp300,94 triliun yang
terdiri atas Rp48,46 triliun di tingkat daerah dan Rp252,48 triliun di
tingkat pusat. Dengan alokasi yang sangat besar,dana bansos dinilai
sangat rawan dikorupsi.
Kajian yang dibuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 5 April lalu
menyebutkan 10 temuan perihal pengelolaan dana bansos di pemerintah
daerah yang berpotensi menimbulkan praktik korupsi.Temuan KPK dibagi ke
dalam dua aspek utama, yaitu regulasi dan tata laksana.
Dalam aspek regulasi, KPK menyatakan tidak ada peraturan menteri dalam
negeri (permendagri) yang secara khusus mengatur pengelolaan bansos. Hal
ini berdampak pada tiadanya pedoman bagi pemerintah daerah dalam
menyusun pengelolaan belanja bansos.Adapun dari aspek tata laksana
ditemukan sejumlah masalah dalam proses penganggaran, penyaluran,
pertanggungjawaban, dan pengawasan.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) semester I 2010 juga menemukan sejumlah
penyimpangan penggunaan dana bansos di 19 provinsi yang nilainya sangat
fantastis mencapai Rp765 miliar.Masuk tiga besar adalah Provinsi Jawa
Tengah dengan potensi penyimpangan dana bansos sebesar Rp173,7
miliar,Sumatera Utara sebesar Rp148,44 miliar, dan di Jawa Timur
ditemukan penyimpangan senilai Rp89,31 miliar.
Temuan terbaru ICW soal korupsi dana bansos terjadi di Provinsi Banten.
Pemerintah daerah setempat mengalokasikan anggaran bansos untuk tahun
2011 sebesar Rp51 miliar. Akan tetapi dari 160 penerima dana bansos,
Pemerintah Daerah Banten hanya mencantumkan 30 nama lembaga atau
kepanitiaan dan tidak didukung oleh alamat yang jelas. Sisanya, sebanyak
130 penerima atau 81,3% penerima bansos,hanya ditulis "bantuan sosial
daftar terlampir".
Berdasarkan verifikasi yang ICW lakukan, pihak kepala daerah yang
mencalonkan kembali (incumbent) dan kerabatnya merupakan pihak yang
paling diuntungkan secara materiil atas kebijakan pemberian dana bansos
tersebut. Modus korupsi dana bansos pada umumnya adalah pemberian
bantuan tanpa pengajuan, pemberianbantuanmelebihi alokasi, pemotongan
bantuan, tak adanya pertanggungjawaban penggunaan, dan proposal atau
bantuan fiktif.
Adapun aktor atau pelaku utama korupsi dana bansos adalah kepala daerah,
pejabat di lingkungan pemerintah daerah, anggota dan pimpinan parlemen
daerah.Juga terlibat pengurus yayasan, panitia pembangunan rumah ibadah,
lembaga pendidikan, partai politik maupun organisasi masyarakat yang
menerima dana bansos tersebut. Dari sekian banyak aktor, incumbent
paling sering memanfaatkan peluang ini karena memiliki berbagai akses
anggaran resmi daerah dan birokrasi.
Peluang korupsi dana bansos semakin terbuka lebar karena proses
penyusunan dan pelaksanaan APBD yang tertutup. Penggunaan dana bansos
sesungguhnya bukan tanpa aturan. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor
900/ 2677/SJ tanggal 8 November 2007 di dalamnya mengatur penggunaan
dana bansos.
Dalam regulasi ini disebutkan bansos adalah salah satu bentuk instrumen
bantuan dalam bentuk uang dan atau barang yang diberikan kepada kelompok
atau anggota masyarakat. Bansos juga diperuntukkan bagi bantuan partai
politik. Dalam surat edaran menteri juga disebutkan pemberian bansos
harus dilakukan secara selektif dan tidak mengikat atau terus-menerus.
Terakhir Mendagri juga menerbitkan Permendagri Nomor 32 Tahun 2011
tentang Pedoman Pemberian Dana Hibah dan Bansos yang Bersumber dari
APBD. Regulasi ini menegaskan pemerintah daerah harus
mempertanggungjawabkan penggunaan dana hibah dan bansos. Namun kedua
aturan tersebut masih dinilai mudah disimpangi karena tidak ada batasan
jumlah anggaran yang disediakan dan tidak jelasnya ketentuan mengenai
pengawasan serta pertanggungjawaban penggunaan dana bansos.
Berantas
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk memberantas korupsi dana
bansos, yaitu melalui upaya penindakan dan pencegahan.Dari aspek
penindakan, terhadap kasus korupsi dana bansos yang terjadi harus segera
diproses secara hukum hingga ke pengadilan. Hal ini penting untuk
memberikan efek jera bagi pelaku atau terapi kejut bagi calon pelaku
lain yang mencoba mengorupsi dana bansos.
Adapun dari aspek pencegahan, setidaknya ada dua
alternatifyangbisadipilihuntuk menghindari terjadinya korupsi atau
"perampokan"danabansos di masa mendatang. Pertama, penghapusan alokasi
dana bansos dalam anggaran daerah dan nasional. Usulan ini pernah
dilontarkan BPK pada 2010 lalu karena seringnya lembaga ini menemukan
penyaluran bansos di daerah yang sebagian besar tidak jelas pertanggung
jawabannya. BPK merekomendasikan pos anggaran bantuan sosial dihapus dan
diganti dengan metode lain.
Kedua,tetap mempertahankan alokasi dana bansos dengan syarat
menindaklanjuti hasil kajian KPK tentang dana bansos, khususnya pada
bidang regulasi dan tata laksana. Kementerian Dalam Negeri dapat bekerja
sama dengan KPK dalam membuat aturan khusus yang terperinci dan ketat
perihal pengelolaan dana bansos.
Jika tetap dipertahankan, pada prinsipnya penggunaan dana bansos bukan
ditujukan untuk kepentingan pejabat atau politisi sehingga harus
dikelola secara tertib, sesuai dengan aturan,efektif,ekonomis,
transparan, dan bertanggung jawab. Juga wajib diperhatikan asas
keadilan, kepatuhan, dan manfaatnya untuk masyarakat.●
EMERSON YUNTHO
Anggota Badan Pekerja Indonesia
Corruption Watch (ICW)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/435703/
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
No comments:
Post a Comment