Pages

Sunday, October 16, 2011

[Koran-Digital] Afnan Malay: Parlemen Kita Kampungan

Parlemen Kita Kampungan
Afnan Malay, ADVOKAT PADA KANTOR LAW FIRM LEX LUMINIS, JAKARTA

Politikus Partai Amanat Nasional, Tjatur Sapto Edy, semringah mengikuti
konser arogansi, seperti kawan-kawannya dari Komisi III Dewan Perwakilan
Rakyat yang berbeda partai, tapi sama-sama tengah meradang. Pertunjukan
dimulai ketika pertemuan yang bertajuk rapat konsultasi menjadi ajang
terbuka menghabisi Komisi Pemberantasan Korupsi. Kita dibuat kian
percaya bila 560 anggota parlemen di Senayan, banyak di antara mereka,
ternyata sekumpulan "tukang sulap yang berbakat tapi sama sekali tidak
menghibur"atau "pemain akrobat yang merasa paling sah bersembunyi atas
nama rakyat".

Tidak sedikit pula yang mengidap penyakit tuna-bahasa. Mereka terbiasa
memungut bahasa dari mana saja, lalu diteriakkan keras-keras kepada
siapa saja: apalagi tidak ada peluang untuk menegosiasikan sesuatu.
Kemudian mereka menyebut itulah tugas hakiki sebagai anggota
parlemen—yaitu parle(r) dari bahasa Prancis yang artinya bicara.

Kalaupun yang berlangsung adalah sekadar bicara dalam artian yang purba,
yaitu berbunyi dulu bermakna kemudian.

Faktanya, mereka tidak peduli terhadap rakyat yang notabene dalam
suasana duka tertimpa bencana. Sang ketua, Marzuki Alie, berkali-kali
main akrobat dengan lidahnya. Sejauh ini memang mulutnya belum menjadi
harimau buas yang sigap menerkam seperti yang dinasihatkan pepatah lama:
mulutmu harimaumu.

dung mereka.

Ihwal sesumbar besar-besaran otoritas yang dimiliki parlemen bermula
dari upaya pemanggilan beberapa anggota DPR yang bertugas di Badan Anggaran.
Alih-alih memeriksa beberapa pemimpin Badan Anggaran yang kapasitasnya
sebatas saksi dalam kasus korupsi yang sedang diurai KPK, justru Busyro
yang digiring ke Komisi III layaknya pesakitan. Pada forum konsultasi
itu, DPR sedemikian ofensif. Bisa jadi karena dirasuki semangat
memojokkan, doktor hukum Benny K. Harman (Partai Demokrat) bahkan
menyimpulkan mereka yang semula dipanggil sebagai saksi bisa meningkat
statusnya menjadi tersangka.

Tentu saja kita terperanjat oleh adanya logika pemeriksaan bertahap
bersifat otomatis (saksi, tersangka, lalu menjadi terdakwa) yang
notabene dinyatakan eksplisit oleh Ketua Komisi III: kealpaan yang
sangatlah sulit dipahami.
Rapat konsultasi adalah ruang bagi parlemen untuk meyakinkan publik
bahwa mereka sosok protagonis yang sedang memelototi sosok antagonis
bernama KPK. Forum rapat itu (tepatnya menghakimi KPK) betul-betul
rentetan arogansi yang tuntas ketika Fahri Hamzah menjatuhkan titah
pembubaran KPK.
Karena arogan, tidak terpikirkan oleh Fahri untuk menanyakan kepada
rakyat siapa yang pantas dibubarkan: parlemen yang busuk atau KPK.

Kalau logika Tjatur diterus-teruskan, tentulah muaranya begini: tangkap
koruptor di mana saja, kapan saja, siapa pun mereka, tapi jangan orang
tuamu! Pada rapat konsultasi, kita tidak melihat kontestasi antarpartai
yang biasanya sengit. Tjatur Sapto Edy (PAN), Benny K. Harman
(Demokrat), Fahri Hamzah (Partai Keadilan Sejahtera) semua satu tekad
satu tujuan: membela diri. Termasuk Azis Syamsuddin (Golkar), yang tidak
kalah lantang mengatakan bahwa DPR salah memilih orangorang KPK.
Misalkan kesimpulan Azis benar, sampai hari ini kita tidak tahu persis
apakah sesekali anggota parlemen yang terhormat itu juga berupaya
mengaca diri: rakyat republik ini pun salah memilih mereka.
Mantra sakti Ternyata anggota parlemen kita bu kan penyambung lidah
rakyat, melain kan penjulur lidah kan penjulur lidah nya sendiri. Upaya
pembelaan diri mati-matian dilakukan ketika isu ko rupsi merebak ke arah
mereka. Tidak sulit mem bayangkan akibatnya: publik tergiring untuk
membuat kesimpulan "ada yang hendak disembunyi kan parlemen". Ketika Wa
Ode Nurhayati (PAN) menilai pimpinan Badan anggaran penjahat, publik
tahu bahwa politikus PAN itu mencoba jadi penyambung lidah rakyat. Namun
ia direduksi sebatas mewakili dirinya sendiri, bukan diposisikan sebagai
suara lain dari institusi DPR.
Dengan demikian, Ganjar Pranowo (PDI Perjuangan) dalam forum Jakarta
Lawyers Club yang disiarkan TV One meminta Wa Ode tidak tanggungtanggung
membongkar "mafia anggaran".

Logika itu mengarahkan sesuatu yang mustahil. Jelas tidak masuk akal
berharap Wa Ode bekerja sendirian membersihkan parlemen yang kotor.
Perbaikan parlemen adalah tugas kelembagaan, bukan tanggung jawab orang
per orang anggotanya. Sebaliknya, ada kontras yang mencolok, ketika
pimpinan Badan Anggaran dipanggil KPK: kita melihat orkestra parlemen
yang rapi. Publik tidak melihat adanya pagar-pagar (komisi, fraksi,
partai) yang membatasi anggota parlemen. Mereka bersatu padu.
Dan teriakan kampungan sontak keluar: bubarkan KPK.

Arogansi berlebihan ada sebabnya.
Anggota parlemen membesar-besarkan ihwal mereka "orang terhormat yang
dipilih rakyat". Tapi, dari anggota DPR yang jumlahnya 560 orang itu,
ternyata banyak yang tidak fasih mendefinisikan siapakah rakyat
tersebut. Andaikata ada lembaga survei yang mencoba menanyakan kepada
anggota DPR siapakah sejatinya rakyat menurut mereka: yakinlah, bagi
mereka, rakyat sebatas beberapa ribu orang di daerah pemilihan yang
mengantar mereka menjadi anggota, baik terpilih dengan cara yang sah
maupun kontroversial-konfliktualmanipulatif.

Karena itu, jangan heran ketika aktivis antikorupsi Fadjroel
Rahman-dalam diskusi Jakarta Lawyers Club-mengajukan kritik kepada DPR
terkait dengan Badan Anggaran. Fahri penuh semangat menyela Fadjroel.
Kira-kira begini yang dilontarkan Fahri: Anda mewakili rakyat yang mana?
Parlemen yang pongah senantiasa mendaku sebagai yang berhak
mengatasnamakan rakyat. Dalam imaji, klaim yang berhak mengatasnamakan
rakyat hanya DPR adalah kekonyolan.
Bayangkan, bukankah pertanyaan Fahri kepada Fadjroel itu bisa saja
berbunyi begini,"Wahai Rakyat, Anda mewakili siapa?"

http://epaper.korantempo.com/PUBLICATIONS/KT/KT/2011/10/17/ArticleHtmls/Parlemen-Kita-Kampungan-17102011012016.shtml?Mode=1

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

No comments: