Pages

Thursday, October 13, 2011

[Koran-Digital] EDITORIAL Masuknya Bos Media ke Partai

Langkah Hary Tanoesoedibjo menambah banyak pengusaha media yang berlaga
di gelanggang po litik. Bos Grup Media Nusantara Citra (MNC) itu masuk
ke Partai Nasional Demokrat yang dibidani oleh Surya Paloh. Fenomena
tersebut merupakan lampu kuning bagi kebebasan pers dan demokrasi.
Publik akan rugi bila semakin banyak media yang cenderung digunakan
untuk membela kepentingan bisnis dan po litik kelompoknya.

Hary Tanoe berlabuh di partai itu setelah melakukan penjajakan sekitar
lima bulan terakhir. Belum ada keterangan resmi dari pengusaha yang
menguasai jaringan media, mulai media elektronik, cetak, hingga online
tersebut seputar pilihannya terjun ke kancah politik.
Namun dikabarkan dia kecewa terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
yang selama ini disokongnya.

Bos MNC itu mengikuti jejak Surya Paloh dan Aburizal Bakrie yang lebih
dulu aktif di partai. Surya Paloh, pemilik Media Group, yang membawahkan
Metro TV, Media Indonesia, dan Lampung Post, adalah pendiri organisasi
Nasional Demokrat, yang kemudian menjelma menjadi Partai NasDem. Adapun
Aburizal, yang saat ini menakhodai Partai Golkar, adalah pemilik sederet
media, seperti TVOne, ANTV, Surabaya Post, dan Vivanews.com. Ia juga
Komisaris Utama Grup Bakrie.

Harus diakui, setiap warga negara, termasuk para bos media, berhak
mengekspresikan kecenderungan politiknya. Hak ini bahkan dilindungi
konstitusi. Masalahnya, peran ganda mereka sebagai pemilik media dan
politikus akan gampang menimbulkan konflik ke pentingan. Dengan
menguasai media di segala lini, mereka bisa memanfaatkan keunggulan itu
untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Padahal media semestinya
bekerja untuk kepentingan publik.

Mungkinkah, misalnya, sebuah media memberitakan secara kritis kasus yang
berpotensi merusak reputasi bos atau partai tempat ia bernaung? Pada
titik ini ada prinsip jurnalistik dalam ajaran Bill Kovach--penulis
Sembilan Elemen Jurnalisme--yang terancam tak akan dilakukan, yakni
media sebagai penyedia forum kritik dan dukungan masyarakat.

Publik bisa memeriksa, mungkinkah TVOne, misalnya, menyiarkan
penderitaan korban lumpur Lapindo Atau apakah media di bawah Media Group
menampilkan liputan kritis tentang perkara kredit Bank Mandiri terhadap
PT Cipta Graha Nusantara sebesar Rp 160 miliar yang diduga menyalahi
proses itu. Atau bagaimanakah media dalam Grup MNC memberitakan kasus
dugaan pengemplangan pajak PT Bhakti Investama Tbk.

Konflik kepentingan semacam itu berpotensi membuat media melakukan
tebang pilih pemberitaan. Ini menyebabkan hak khalayak untuk memperoleh
informasi yang berimbang tidak terpenuhi. Berita yang timpang ini akan
membuat publik bisa keliru menentukan sikap, karena informasi yang
disajikan tak sempurna.

Itulah ujian bagi kita semua. Bagaimanapun, bertumpuknya kekuasaan
politik dan kekuasaan atas informasi pada sekelompok orang bukanlah hal
yang menyehatkan bagi pers dan demokrasi. Komisi Penyiaran Indonesia dan
Dewan Pers perlu mencegah fenomena ini mengebiri hak masyarakat atas
informasi yang jernih, adil, dan berimbang.

http://epaper.korantempo.com/PUBLICATIONS/KT/KT/2011/10/14/ArticleHtmls/EDITORIAL-Masuknya-Bos-Media-ke-Partai-14102011003021.shtml?Mode=1

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

No comments: