Friday, 14 October 2011
Sejak gelombang demokratisasi merambah ke dunia Islam, perkembangan
Islam Indonesia lalu mencuat menjadi sorotan dan objek kajian di
berbagai forum internasional.
Dosen-dosen muda di lingkungan perguruan tinggi Islam, semacam Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) dan Universitas Islam Negeri (UIN), banyak
yang kemudian memperoleh tawaran beasiswa studi ke perguruan tinggi
Barat untuk meraihprogrammasterdandoktor di bidang ilmu sosial yang
berkaitan dengan dinamika sosial keagamaan di Indonesia. Oleh para
pemerhati ilmu sosial, Indonesia merupakan laboratorium eksperimentasi
Islam dan demokrasi yang selama ini keduanya dianggap tidak kompatibel.
Mereka heran dan kagum atas eksperimentasi dan kemajuan demokratisasi di
Indonesia yang merupakan kantong umat Islam terbesar di dunia, tanpa
harus melakukan sekularisasi dengan senjata seperti yang dilakukan Kemal
Ataturk di Turki.Ormas keagamaan dan parpol berbasis keagamaan justru
menjadi motor demokratisasi di Indonesia. Sekarang tren serupa juga
muncul di negara- negaraTimurTengah.
Peran Islam dalam konteks keindonesiaan sesungguhnya sudah lama menjadi
kajian sekelompok sarjana dan intelektual Indonesia. Terutama mereka
yang memiliki latar belakang santri dan mendalami teori-teori ilmu
sosial. Forum ini menyelenggarakan pertemuan setiap tahun dalam wadah
Annual Conference on Islamic Studies (ACIS) yang saat ini sudah masuk
tahun ke-11.
Pada 10-13 Oktober 2011,ACIS melaksanakan konferensi bertempat di Bangka
Belitung dengan tema Merangkai Mozaik Islam dalam Ruang Publik untuk
Membangun Karakter Bangsa yang difasilitasi oleh Kementerian Agama. Pada
forum tersebut hadir para pemakalah dari dalam dan luar negeri antara
lain dari Mesir, Amerika Serikat, Malaysia, dan Yordania, menyajikan
sekitar 345 makalah dengan jumlah peserta yang hadir tidak kurang dari
600 orang.
Kalau sekitar 20 tahun lalu penulisan Islam Indonesia mayoritas
dilakukan oleh sarjana asing, sekarang sudah banyak sarjana muslim
Indonesia yang menulis tentang Indonesia ke dalam bahasa asing, sehingga
menampilkan konten dan nuansa yang sangat berbeda. Ketika seorang santri
yang juga doktor ilmu sosial menulis tentang pesantren misalnya tentu
lebih mampu menyajikan data dan pengalaman otentik ketimbang peneliti
asing yang melakukannya.
Begitu pun penulisan dalam bidang lain.Hasil pengamatan sarjana asing
dan sarjana dalam negeri tentu saling melengkapi. Bahkan ada di antara
mereka yang melakukan riset bersama untuk diterbitkan dalam jurnal
internasional. Berdasarkan hasil penelitian yang ada, Islam Indonesia
memiliki mazhab tersendiri yang berbeda dari tradisi Islam di Timur Tengah.
Baik dalam pemikiran politik, fikih, hubungan sosial, maupun pendidikan,
pemahaman dan pemikiran Islam yang tumbuh di Indonesia punya warna dan
karakter. Yang paling fenomenal adalah inovasi dan gaya busana muslimah
Indonesia yang menjadi tren dunia Islam lain. Dari aspek politik,
Indonesia sejak awal berbentuk republik dan negara bangsa,bukan kerajaan
dan kesultanan, sangat berpengaruh pada partisipasi rakyat dalam gerakan
sosial.
Di Indonesia keragaman agama dan budaya memiliki tempat yang sama di
depan hukum dan negara meskipun mayoritas rakyatnya beragama Islam. Ini
jelas berbeda dari Arab Saudi, tempat kelahiran Islam, yang berbentuk
kerajaan. Pola hidup penduduk bangsa maritim yang juga memiliki wilayah
pertanian subur tentu berbeda dari gaya hidup penduduk padang pasir. Di
Arab Saudi sampai hari ini wanita dilarang mengemudikan mobil.
Sedangkan di Indonesia bahkan ada wanita yang menjadi pilot pesawat
terbang. Karier ini pasti berimplikasi pada fikih maritim dan fikih
udara.Bagaimana tata cara salat bagi para pelaut dan pekerja udara tentu
memerlukan fikih baru yang belum terpikirkan oleh ulamaulama klasik yang
tinggal di wilayah sahara dan savana.
Demikianlah setiap agama selalu tumbuh berkembang bersama tradisi dan
kondisi geografis daerah setempat.Terjadi proses tawar-menawar antara
ajaran agama dan budaya pemeluk. Meski agama diyakini datang dari Tuhan
Yang Maha-absolut,akhirnya agama berkembang di tangan pemeluknya yang
juga makhluk budaya yang demikian beragam.
Karena itu, tidak berlebihan jika Islam Indonesia akan melahirkan sebuah
mazhab baru yang memperkaya warna Islam yang berkembang di Timur Tengah
dan keberislaman yang berkembang di Barat yang posisinya sebagai
minoritas. Tanpa banyak publikasi para pemerhati ilmu sosial, Indonesia
sungguh diuntungkan oleh semakin banyaknya sarjana muslim yang secara
rasional-intelektual selalu melakukan riset dan kajian Islam Indonesia
sebagaimana program tahunan ACIS ini.
Mereka adalah generasi baru kalangan santri yang tercerahkan dan
memiliki alat intelektual yang cukup untuk ikut menjelaskan dinamika
sosial keagamaan Indonesia pada dunia luar yang akhir-akhir ini
diinterupsi oleh perilaku sekelompok ekstremis- radikalis yang melakukan
bom bunuh diri dengan dalih jihad.
Untuk membicarakan dinamika sosial-politik Indonesia, rasanya tidak
lengkap kalau tidak memasukkan variabel agama, khususnya Islam yang
dipeluk oleh mayoritas warga bangsa. Memang sangat diperlukan sekelompok
intelektual muslim yang bersikap independen, mengambil jarak dari
perebutan kekuasaan dan politik, lalu memikirkan format dan arah Islam
mazhab Indonesia ke depan.
PROF DR KOMARUDDIN HIDAYAT
Rektor UIN Syarif Hidayatullah
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/435770/
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
No comments:
Post a Comment