Pages

Sunday, October 16, 2011

[Koran-Digital] TAJUK, Mengkritisi Wamen

TAJUK, Mengkritisi Wamen PDF Print
Monday, 17 October 2011
Kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengangkat wakil
menteri, patut dipertanyakan. Apa urgensinya?

Di tengah semangat efisiensi anggaran dan reformasi birokrasi, ada
kebijakan yang dilakukan SBY terkesan sangat paradoks: sama sekali tidak
efisien, dan sama sekali tidak reformis. Kebijakan itu sudah pasti
memberi risiko penggelembungan anggaran dan menambah daftar panjang
birokrasi. Kita paham, Presiden ingin berbuat yang terbaik di tengah
derasnya kritikan terhadap kinerja pemerintahannya, terutama di tingkat
kementerian yang dinilai lamban, tidak berprestasi, tidak kreatif bahkan
cenderung terjadinya fraud.

Namun, cara SBY menjawab kritikan dengan berencana me-reshuffle
kabinetnya, masih bisa dimengerti, meskipun kita juga belum percaya
bahwa penataan ulang menterinya itu sesuai harapan. Yang sangat
mengganjal dalam logika berpikir kita,mengapa harus menambah posisi
wakil menteri? Bukankah sudah ada sejumlah dirjen di setiap kementerian?
Untuk apa para dirjen itu? Kalau dipaksakan posisi wakil menteri, apakah
SBY tidak mempertimbangkan aspek penggelembungan anggaran?

Apakah SBY tidak mempertimbangkan penambahan posisi wakil menteri akan
memperpanjang rentetan birokrasi? Yang juga patut kita kritisi, cara SBY
menyeleksi kandidat wakil menteri ataupun calon menteri seperti
Indonesian Idol.Ada kesan ingin transparan.Ada kesan ingin menunjukkan
kepada publik bahwa Presiden sungguh-sungguh ingin membuat perubahan
yang signifikan dalam kementerian. Tetapi sesungguhnya, apa yang
dilakukan SBY justru memberikan kesan aneh dan cenderung publik mudah
menebak bahwa apa yang dilakukan itu tidak lebih dari sebuah pencitraan.

Lebih ekstrem lagi,bisa juga publik menerjemahkan bahwa caracara SBY
hanya ingin mengalihkan perhatian dari isu utama yang lebih besar. Kita
lebih baik terbuka dan transparan untuk mengatakan apa yang dilakukan
SBY sesungguhnya tidak perlu. Presiden ada baiknya lebih fokus pada
setiap persoalan bangsa yang lebih serius, apakah soal perdagangan kita
yang terpuruk akibat tidak serius dalam menghadapi Free Trade Agreement
(FTA) dengan negara-negara lain. Harus lebih serius pula dengan
kebijakan impor kita yang semakin mengacaukan produk dalam negeri kita.

Lebih serius dalam penegakan hukum, infrastruktur, dan pengelolaan
anggaran yang transparan. Dalam anggaran, kita patut sedih, mengapa
anggaran kita seperti tidak terkontrol dan menguap ke mana-mana. Melihat
berbagai persoalan bangsa yang ruwet tersebut, apakah kita masih pantas
bermain-main hanya sekadar untuk sebuah pencitraan? Rakyat ini sudah
sangat cerdas, mana kerja yang benar dan mana yang hanya sekadar
retorika.Padahal,masalahnya sebenarnya sangat sederhana, publik menuntut
menteri yang tidak kapabel diganti, dan diganti dengan yang lebih baik.

Namun, respons yang diberikan justru memberikan kesan lebay dan tidak
menarik. Kita sebenarnya bangga memiliki Presiden SBY yang dikenal
intelektual, gagah dan berwibawa. Namun, melihat cara-cara menata negara
belakangan ini sangat tidak menarik. Padahal, Presiden juga dikelilingi
banyak orang pintar yang juga intelek.

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/436337/

--
"One Touch In BOX"

To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com

"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus

Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

No comments: